" MASYARAKAT KOBAR KECAM KADES YANG DEMI JABATAN GUNAKAN IJAZAH PALSU : INTEGRITAS DEMOKRASI LOKAL DI PERTARUHKAN " 

" MASYARAKAT KOBAR KECAM KADES YANG DEMI JABATAN GUNAKAN IJAZAH PALSU : INTEGRITAS DEMOKRASI LOKAL DI PERTARUHKAN " 


 
TARGET OPERASI - Kotawaringin Barat :

    Kasus pemalsuan ijazah yang melibatkan Kepala Desa Sri Wahyuni dari Desa Amin Jaya, Kecamatan Pangkalan Banteng telah mengguncang masyarakat Kotawaringin Barat. Dituding menghalalkan segala cara demi meraih jabatan Kepala Desa, Sri Wahyuni saat ini menghadapi proses hukum yang semakin mengundang perhatian publik. Sidang ketiga yang dijadwalkan di Pengadilan Negeri I B Pangkalan Bun pada Selasa (12 /11 /2024) tertunda karena Hakim Ketua Majelis yang sedang berduka pun masih memicu kemarahan warga dan berbagai tokoh masyarakat dikarenakan terdakwa masih bebas melenggang dengan pertimbangan pelayanan publik menuntut agar penegakan hukum bisa berjalan tegas dan tanpa pilih kasih.

    Menurut Syahrudin yang merupakan salah satu tokoh masyarakat di Kotawaringin Barat, praktik pemalsuan demi kepentingan jabatan menunjukkan adanya kepentingan pribadi yang merusak tatanan pemerintahan desa. "Kepala desa itu amanah rakyat. Kalau dari awal sudah diwarnai kebohongan, bagaimana mungkin seorang pemimpin bisa dipercaya dan diandalkan untuk mengayomi warganya?" ujarnya dengan nada tegas. Menurut Udin seorang kepala desa adalah wakil dari nilai-nilai kejujuran dan integritas, dan pemalsuan ijazah untuk memperoleh jabatan jelas mencerminkan keinginan pribadi yang egois.

    Udin pun menekankan bahwa ini bukan hanya soal pelanggaran pidana, tetapi juga mencederai nilai moral dalam demokrasi desa. "Jika hukum tidak ditegakkan secara adil dalam kasus ini, kita membuka jalan bagi siapa pun untuk menggunakan cara-cara licik dalam pemerintahan. Jangan sampai masyarakat merasa bahwa hukum hanya tegas bagi rakyat kecil, tetapi tumpul saat berhadapan dengan pejabat,” tambahnya. Ia berharap aparat penegak hukum bisa bertindak tanpa pandang bulu.

     Hal senada diungkapkan Chika seorang tokoh perempuan dan pegiat masyarakat, yang turut mengkritisi fenomena ini sebagai pelajaran pahit bagi demokrasi lokal. “Jika seorang pemimpin desa bisa memanipulasi data demi jabatan, apa lagi yang bisa ia lakukan begitu memegang kendali pemerintahan? Kami ingin sosok pemimpin yang jujur, bukan yang memanfaatkan celah hukum demi keuntungan pribadi," ucap Chika penuh keprihatinan.

    Masyarakat sangat mengharapkan agar kasus ini bisa memberikan preseden positif dengan penegakan hukum yang adil. Mereka menekankan pentingnya evaluasi dalam sistem verifikasi syarat pencalonan kepala desa, sehingga praktik serupa tidak terulang di masa depan.

    Warga Kotawaringin Barat khususnya warga Desa Amin Jaya melalui berbagai tokoh, menyampaikan himbauan agar sidang kasus ini dapat diselesaikan dengan adil, cepat, dan jelas. Mereka berharap agar Pengadilan Negeri I B Pangkalan Bun dan pihak terkait dapat mengambil tindakan tegas sebagai bentuk perlindungan atas kepercayaan masyarakat. "Kami ingin kasus ini diselesaikan dengan tuntas, sebagai contoh bahwa jabatan tidak bisa diperoleh dengan cara yang tidak halal. Sudah saatnya pemerintah memastikan integritas pejabat publik kita," seru Udin. 

     Ke depannya, mereka juga mendesak pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat untuk membuat prosedur yang lebih ketat dalam proses seleksi pejabat desa, serta memastikan sistem pengawasan yang berfungsi mencegah pelanggaran seperti pemalsuan dokumen ini. “Kepala desa adalah pilar demokrasi lokal, dan kami sebagai masyarakat tidak ingin lagi menyaksikan tindakan-tindakan kecurangan yang merusak kepercayaan publik,” pungkas Udin. 

    Kasus ini menjadi ujian bagi sistem hukum dan tata kelola desa di Indonesia, dan masyarakat berharap agar tidak ada kompromi atas integritas pejabat publik.

( SUBAN / IMAM )