“ 253 HEKTARE KEADILAN YANG DIPERJUANGKAN : AHLI WARIS ALMARHUMAH NORSEMAH BINTI ABDUL GANI RESMI GUGAT PT. BUMI LANGGENG PERDANATRADA (BLP) KE PENGADILAN NEGERI PANGKALAN BUN ”

TARGET OPERASI - Kotawaringin Barat :
Gelombang perjuangan rakyat kecil menuntut keadilan kembali menggema di Bumi Marunting Batu Aji. Pertarungan panjang dalam perjuangan atas tanah warisan keluarga akhirnya memasuki babak baru. Setelah puluhan tahun menahan getir, pihak ahli waris almarhumah Norsemah binti Abdul Gani akhirnya secara resmi mendaftarkan gugatan perdata terhadap PT. Bumi Langgeng Perdanatrada (BLP) Kumai ke Pengadilan Negeri Kelas I B Pangkalan Bun dengan nomor perkara 73/Pdt.G/2025/PN Pbu, pada Jumat (10/10/2025).
Gugatan ini terkait klaim kepemilikan tanah seluas 253 hektare yang berada di Desa Sungai Bedaun, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, yang selama bertahun-tahun menjadi sumber konflik hak kepemilikan antara pihak keluarga dan perusahaan.
Langkah hukum tersebut diajukan secara online oleh tim kuasa hukum dari Kantor NORHARLIANSYAH & PARTNERS, yang dikomandoi oleh Norharliansyah, S.H., Eko Gatot Santoso, S.H., dan Siti Masita Ariani, S.H. Langkah ini juga menandai awal dari babak baru perjuangan hak atas tanah warisan tersebut di Pengadilan.
Menurut keterangan resmi, pihak ahli waris telah menyerahkan sepenuhnya mandat pembelaan kepada tim kuasa hukum untuk memperjuangkan hak legal keluarga atas tanah mereka, setelah upaya musyawarah dan jalur kekeluargaan tidak juga membuahkan hasil.
Tanah seluas 253 hektare itu diyakini sebagai tanah warisan turun-temurun keluarga almarhumah Norsemah, yang kini dikuasai tanpa penyelesaian yang adil dan dasar hukum yang jelas oleh perusahaan PT. Bumi Langgeng Perdanatrada (BLP) Kumai selama bertahun-tahun.
Menurut tim hukum, langkah ini bukan hanya upaya administratif, melainkan bentuk penegakan hak konstitusional atas tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi "Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun," dan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, yang menegaskan hak setiap warga negara atas kepemilikan tanah secara sah.
Dalam pernyataannya kepada media, Masransyah, yang merupakan cucu almarhumah Norsemah sekaligus perwakilan keluarga besar ahli waris, menegaskan bahwa langkah hukum ini bukan semata-mata tentang nilai ekonomi tanah saja. Melainkan tentang harga diri dan warisan moral dalam menjaga martabat keluarga. “Ini bukan sekadar perkara sengketa tanah. Kami hanya menuntut hak yang semestinya. Ini adalah perjuangan untuk menjaga warisan leluhur kami. Tanah ini adalah peninggalan nenek kami, almarhumah Norsemah binti Abdul Gani. Tanah ini adalah hasil kerja keras, keringat, dan doa beliau semasa hidup,” ungkap Masransyah dengan mata berkaca-kaca.
Masransyah pun menjelaskan "Kami tidak sedang mencari sensasi atau memperpanjang masalah. Kami hanya ingin hak kami diakui secara hukum. Selama bertahun-tahun kami mencoba berdialog, musyawarah dan mediasi tetapi tidak ada titik terang. Sudah cukup lama kami bersabar, akhirnya kami memilih jalur hukum sebagai jalan terakhir. Kini saatnya kebenaran diuji di meja hijau,” tegasnya dengan nada haru.
Masransyah juga menambahkan bahwa perjuangan ini adalah simbol bahwa rakyat kecil pun berhak berdiri sejajar di hadapan hukum, tanpa rasa takut pada kekuatan modal dan kekuasaan. Ia pun percaya, bahwa hukum masih berpihak pada kebenaran.
Sementara itu, Fitri Boga Artanti, yang sejak awal mendampingi keluarga besar ahli waris Norsemah, menegaskan bahwa selama ini semua langkah perjuangan telah dilakukan bersama keluarga dengan bukti otentik dan legal formal yang kuat tetapi tidak membuahkan hasil. Sehingga akhirnya mengambil langkah hukum adalah pilihan, dan proses gugatan ini sudah dipersiapkan dengan bukti-bukti yang lengkap dan sah secara hukum. “Kami tidak datang membawa emosi, tapi membawa dokumen, fakta, dan hati nurani. Selama ini pihak keluarga sudah berusaha menyelesaikan secara baik-baik. Namun karena tidak ada titik temu, maka langkah hukum menjadi pilihan terakhir. Kami akan dampingi keluarga besar almarhumah Norsemah secara penuh, tidak hanya dari sisi hukum tetapi juga moral dan psikologis. Kami ingin memastikan bahwa perjuangan ini berjalan transparan, bermartabat, dan berdasarkan prinsip keadilan yang sejati,” ungkap Fitri dengan penuh semangat.
“Sudah terlalu lama masyarakat kecil seperti mereka dipinggirkan. Saatnya suara rakyat didengar oleh negara, bahwa keadilan tidak boleh hanya berpihak pada yang punya modal,” tambahnya.
Fitri juga menyebut bahwa dukungan moral masyarakat sekitar terus mengalir, sebab banyak warga yang merasa turut bersimpati terhadap perjuangan keluarga Norsemah yang dianggap mewakili nasib petani di Kabupaten Kotawaringin Barat.
Dalam keterangan terpisah, Norharliansyah, S.H., selaku kuasa hukum utama dalam Tim kuasa hukum NORHARLIANSYAH & PARTNERS menegaskan komitmennya untuk mengawal kasus ini hingga putusan final. Mereka menyebut bahwa klaim kepemilikan keluarga Norsemah memiliki dasar kuat berupa dokumen, saksi, dan riwayat penguasaan tanah yang sah sebelum adanya ekspansi perusahaan. “Kami sudah mempelajari dokumen dan kronologi permasalahan dalam kasus ini. Kami yakin ada unsur pengabaian terhadap hak-hak keluarga klien kami. Gugatan ini kami daftarkan untuk menegakkan keadilan dan memberi efek hukum terhadap semua pihak yang selama ini meremehkan hak masyarakat kecil. Tidak boleh ada perusahaan atau pihak mana pun yang seenaknya menguasai tanah masyarakat tanpa dasar yang benar,” tegas Norharliansyah, S.H., mewakili tim kuasa hukum.
Lahan seluas 253 hektare di Desa Sungai Bedaun ini diketahui telah lama menjadi bagian dari pengelolaan perusahaan perkebunan PT. Bumi Langgeng Perdanatrada (BLP) Kumai. Namun, keluarga besar almarhumah Norsemah menyatakan bahwa tanah tersebut merupakan tanah warisan turun-temurun yang belum pernah dilepaskan secara sah kepada pihak mana pun.
Lahan tersebut kini bukan hanya sekadar tanah, tetapi menjadi simbol keteguhan hati keluarga dan perlawanan terhadap ketidakadilan struktural.
Langkah ini menjadi saksi bagaimana perjuangan rakyat kecil bisa menembus tembok hukum, membuktikan bahwa keberanian untuk memperjuangkan hak tidak mengenal status sosial. Kasus ini pun menjadi simbol perjuangan rakyat kecil dalam menuntut hak atas tanah di tengah arus besar investasi dan ekspansi perkebunan di Kabupaten Kotawaringin Barat.
Kini, mata publik tertuju pada Pengadilan Negeri Pangkalan Bun, tempat di mana nasib keluarga besar Norsemah akan diuji. Apakah keadilan masih berpihak kepada rakyat kecil? Ataukah rakyat kecil kembali menjadi korban dari kekuatan dan kekuasaan sang pemilik modal?
Masransyah menutup pernyataannya dengan harapan tulus: “Kami percaya, Tuhan tidak tidur. Hukum pasti masih berpihak pada yang benar. Kami juga selalu berdoa agar Hakim yang menangani perkara ini diberi kebijaksanaan dan keberanian. Kami percaya, hukum masih punya hati untuk rakyat kecil. Kami hanya ingin hak kami kembali, agar cucu-cicit almarhumah Norsemah kelak tahu, bahwa kehormatan keluarga tidak pernah kami jual tapi kami perjuangkan.”
-Fakta singkat Perkara:
- Nomor Perkara: 73/Pdt.G/2025/PN Pbu
- Tanggal Pendaftaran: Rabu, 10 Oktober 2025
- Lokasi Sengketa: Desa Sungai Bedaun, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat
- Luas Lahan: ±253 Hektare
- Penggugat: Ahli waris almarhumah Norsemah binti Abdul Gani
- Tergugat: PT. Bumi Langgeng Perdanatrada (BLP) Kumai
- Kuasa Hukum Penggugat: Norharliansyah, S.H., Eko Gatot Santoso, S.H., dan Siti Masita Ariani, S.H.
- Pendamping Keluarga: Fitri Boga Artanti
- Status: Terdaftar resmi di Pengadilan Negeri Kelas I B Pangkalan Bun
( TIM TO )