" KURSI KOSONG DI RUANG KEADILAN : PT.BLP MANGKIR DARI SIDANG GUGATAN 253 HEKTARE DI PENGADILAN NEGERI PANGKALAN BUN "
TARGET OPERASI – Kotawaringin Barat :
Lembaran baru dalam kisah panjang perjuangan rakyat kecil atas tanah warisan kembali dibuka. Sore itu, ruang Sidang Chandra Pengadilan Negeri Kelas I B Pangkalan Bun terasa hening, tapi menyimpan gelombang besar perjuangan. Di hadapan Majelis Hakim, hanya tampak deretan wajah tegar keluarga ahli waris almarhumah Norsemah binti Abdul Gani yang didampingi tim kuasa hukum mereka dari kantor NORHARLIANSYAH & PARTNERS serta perwakilan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kobar. Yang tak tampak justru pihak yang seharusnya memberi penjelasan selaku tergugat yaitu PT. Bumi Langgeng Perdanatrada (BLP) Kumai, yang selama bertahun-tahun menguasai lahan seluas 253 hektare di Desa Sungai Bedaun, Kecamatan Kumai.
Perusahaan perkebunan raksasa itu mangkir dari panggilan sidang perdana, pada Kamis (23/10/2025) pukul 16.30–16.50 WIB, tanpa satu pun perwakilan yang hadir. Ketidakhadiran mereka meninggalkan ruang hampa yang bukan hanya sekadar bangku kosong, tetapi menimbulkan tanda tanya besar. Apakah ini bentuk kelalaian, atau justru strategi diam untuk menunda jalannya keadilan?

Meski tanpa kehadiran pihak tergugat, sidang perdana perkara Nomor 73/Pdt.G/2025/PN Pbu tetap berjalan. Majelis hakim memeriksa kelengkapan administrasi, mulai dari surat kuasa ahli waris kepada tim hukum NORHARLIANSYAH & PARTNERS, hingga pemeriksaan surat kuasa dari perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kobar.
Namun, ketidakhadiran pihak tergugat PT. BLP, serta turut tergugat Camat Kumai, dan Kepala Desa Sungai Bedaun membuat proses mediasi awal tidak bisa dilaksanakan sepenuhnya. Sidang berlangsung singkat namun penuh makna, bukan hanya karena menyangkut tanah tetapi juga harga diri keluarga besar almarhumah Norsemah yang telah menanti keadilan selama puluhan tahun.
Hakim kemudian menjadwalkan sidang lanjutan pada Rabu, 05 November 2025 mendatang, dengan harapan seluruh pihak dapat hadir untuk memperjelas posisi hukum masing-masing.
Bagi keluarga besar Norsemah, ketidakhadiran pihak perusahaan bukan sekadar absensi administratif.
Itu adalah bentuk nyata pengabaian terhadap proses hukum dan ketidakpedulian terhadap keadilan rakyat kecil.
Dalam pernyataannya seusai sidang, Norharliansyah, S.H., kuasa hukum utama ahli waris Norsemah, menanggapi absennya pihak PT. BLP menunjukkan sikap tidak kooperatif dari pihak perusahaan. “Kami sangat menyayangkan ketidak hadiran dari pihak perusahaan. Ketika perusahaan sebesar PT. BLP tak datang pada panggilan pertama, itu bukan sekadar absen itu pesan buruk bagi penegakan hukum. Kami melihat ini sebagai bentuk arogansi korporasi di hadapan hukum. Ini bukan perkara kecil, ini menyangkut hak atas tanah rakyat dan keberlangsungan hidup banyak orang. Mangkirnya mereka di panggilan pertama bisa diartikan sebagai bentuk pengabaian terhadap proses hukum dan ketidakseriusan menghadapi kebenaran," ungkap Norharliansyah dengan nada tegas.
Norharliansyah juga menegaskan, pihaknya akan terus mengawal proses hukum ini hingga tuntas. "Kami percaya, hukum tidak boleh tunduk pada kekuasaan modal. Gugatan ini bukan sekadar administratif, tetapi perjuangan moral agar keadilan benar-benar ditegakkan," lanjutnya.
Sementara itu, Masransyah, cucu dari almarhumah Norsemah yang menjadi juru bicara keluarga tak mampu menyembunyikan kekecewaannya tetapi tidak terkejut dengan sikap perusahaan yang mangkir. Dengan suara bergetar ia berkata “Kami datang dengan membawa harapan, mereka bisa hadir dan memberikan penjelasan. Tapi ternyata yang datang hanya kami, rakyat kecil yang terus berjuang. Kursi kosong itu membuat kami tahu, yang kami hadapi bukan hanya perusahaan tapi keangkuhan. Kami tidak akan mundur, kebenaran tetap akan kami perjuangkan sampai akhir,” ucapnya menahan emosi.
Ia juga menegaskan bahwa ketidakhadiran pihak perusahaan tak akan melemahkan semangat keluarga besar ahli waris. "Kami sudah menunggu terlalu lama untuk hak kami diselesaikan. Kalau perusahaan menganggap bisa menunda, mereka salah besar. Kami sudah siap menghadapi apa pun dipengadilan," tambahnya.
Pendamping keluarga dari ahli waris, Fitri Boga Artanti, yang juga hadir di ruang sidang menyebut absennya PT. BLP Kumai bukan hanya tindakan tidak kooperatif, melainkan bentuk pelecehan terhadap proses hukum. Ketidakhadiran pihak perusahaan seolah mempertegas jarak antara rakyat kecil dan kekuasaan ekonomi besar. “Kursi kosong di ruang sidang Chandra itu lebih nyaring dari suara mereka. Karena di sanalah terlihat siapa yang menghargai hukum, dan siapa yang menghindarinya. Keadilan tidak bisa ditunda dengan ketidakhadiran. Hukum adalah ruang kesetaraan, dan siapapun yang dipanggil oleh pengadilan wajib hadir. Ketika perusahaan mangkir, yang hilang bukan hanya kesempatan bicara tetapi juga rasa hormat terhadap sistem hukum di negeri ini,” ungkap Fitri dengan nada tajam.
Fitri juga menambahkan, pihak keluarga datang bukan dengan emosi, melainkan dengan bukti dan keberanian. “Kami telah menyiapkan kelengkapan dokumen, peta bidang, dan bukti sejarah kepemilikan tanah yang sah. Semua bukti kami legal. Kami tidak datang untuk mengemis hak, tapi menuntut yang memang milik kami. Tapi yang paling penting, kami datang dengan hati bersih. Keadilan bisa ditunda, tapi tidak bisa dihindari dan kami akan berdiri sampai akhir perjuangan ini,” tegasnya.

Fitri juga mengingatkan, bahwa publik kini memantau kasus ini secara luas. “Rakyat Kobar tidak buta. Semua mata melihat siapa yang berani menghadapi hukum, dan siapa yang memilih bersembunyi di balik nama besar perusahaan,” ucapnya menutup pernyataan.
Ketidakhadiran PT. Bumi Langgeng Perdanatrada (BLP) pada sidang perdana ini menimbulkan gelombang kritik dan sorotan dari berbagai pihak ditengah meningkatnya kesadaran publik terhadap hak atas tanah dan konflik agraria di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar). Beberapa aktivis agraria menilai, mangkirnya perusahaan mencerminkan arogansi korporasi yang selama ini merasa di atas hukum.
Sejumlah tokoh masyarakat juga menilai bahwa tindakan ini menunjukkan minimnya itikad baik dari pihak perusahaan untuk menyelesaikan konflik tanah secara terbuka dan transparan. Aktivis masyarakat sipil bahkan menyebut bahwa ketidakhadiran perusahaan adalah sinyal awal dari "perlawanan diam" yang sering digunakan untuk mengulur waktu dan melemahkan semangat penggugat. Namun bagi keluarga besar almarhumah Norsemah, perjuangan ini sudah bukan sekadar perkara hukum. Ini adalah perang melawan ketidakadilan struktural, yang telah lama menutup ruang bagi rakyat kecil untuk didengar.
Majelis hakim telah menetapkan sidang lanjutan pada Rabu, 05 November 2025, dengan agenda pemeriksaan dokumen dan pembacaan pokok perkara serta pemanggilan ulang seluruh pihak tergugat agar hadir demi kelancaran proses hukum yang adil dan transparan.
- FAKTA SINGKAT SIDANG:
- Nomor Perkara: 73/Pdt.G/2025/PN Pbu
- Tanggal Sidang: Kamis, 23 Oktober 2025
- Ruang Sidang: Chandra, Pengadilan Negeri I B Pangkalan Bun
- Waktu: 16.30–16.50 WIB
- Pihak Hadir: Ahli waris Norsemah binti Abdul Gani, Tim Kuasa Hukum NORHARLIANSYAH & PARTNERS, BPN
- Pihak Mangkir: PT. Bumi Langgeng Perdanatrada (BLP) Kumai, Camat Kumai, Kades Sungai Bedaun
- Agenda Sidang : Pemeriksaan kehadiran para pihak dan surat kuasa.
- Sidang Lanjutan: Rabu, 05 November 2025
Diruang sidang itu, rakyat kecil datang dengan harapan besar. Mereka membawa doa, dokumen, dan keyakinan. Ketika kursi tergugat kosong, ruang sidang tetap penuh oleh tekad dan semangat. Mereka tahu, melawan ketidakadilan bukan perkara mudah. Ketika korporasi memilih diam, rakyat kecil berbicara dengan keberanian. Diruang sidang ini, rakyat kecil mengajarkan makna besar: bahwa kebenaran tidak butuh kekuasaan untuk berdiri, hanya butuh keberanian untuk tidak tunduk. Dan di Bumi Marunting Batu Aji, keberanian itu kini bernama Keluarga Besar Almarhumah Norsemah binti Abdul Gani.
( TIM TO )