“ PATIH GUCI DAN PATIH AGUNG SETIAJAYA: GELAR ADAT DAYAK UNTUK BUPATI DAN WABUP KOBAR, SIMBOL HARMONI SERTA PENGHORMATAN BUDAYA DI ACARA NYANGKOLATAN MANTIR ”

“ PATIH GUCI DAN PATIH AGUNG SETIAJAYA: GELAR ADAT DAYAK UNTUK BUPATI DAN WABUP KOBAR, SIMBOL HARMONI SERTA PENGHORMATAN BUDAYA DI ACARA NYANGKOLATAN MANTIR ”

TARGET OPERASI - Kotawaringin Barat :

    Sebuah momentum bersejarah kembali tercatat di Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar). Dalam upacara sakral Nyangkolatan Mantir atau yang juga dikenal sebagai Polas Mantir, Bupati Kobar Hj. Nurhidayah, S.H., M.H., dan Wakil Bupati Suyanto, S.H., M.H., resmi menerima gelar adat Dayak yang sarat makna dan nilai filosofi luhur.

    Acara yang digelar di Rumah Betang, Desa Pasir Panjang pada Sabtu (20/09/2025) ini diinisiasi oleh Majelis Agama Kaharingan Indonesia (MAKI) Kobar dengan menghadirkan jajaran pemangku adat, unsur Forkopimda, tokoh lintas agama, serta masyarakat setempat. Kehadiran mereka mempertegas bahwa adat dan pemerintahan bukanlah dua hal yang terpisah, melainkan dua pilar yang saling menopang demi terciptanya harmoni daerah.

    Dalam prosesi yang khidmat, Bupati Hj. Nurhidayah dianugerahi gelar “Patih Guci”, sedangkan Wabup Suyanto mendapat gelar “Patih Agung Setiajaya”. Gelar ini bukan sekadar simbol kehormatan, tetapi merupakan pengakuan atas jasa dan komitmen mereka dalam menjaga keberlangsungan adat Dayak di tengah arus pembangunan modern.

    Patih dalam tradisi Dayak bermakna seorang pemimpin yang bukan hanya memerintah, tetapi juga melindungi, mengayomi, dan menjaga keseimbangan. Dengan gelar ini, Bupati dan Wabup dipandang sebagai penerus nilai leluhur yang mampu menjembatani kepentingan adat, agama, dan pemerintahan.

    Dalam sambutannya, Hj. Nurhidayah menegaskan bahwa penghargaan ini adalah milik bersama, bukan hanya dirinya. “Gelar ini adalah amanah. Ia bukan hanya untuk pribadi kami, tetapi untuk seluruh masyarakat Kotawaringin Barat. Tugas kita adalah menjaga agar pembangunan daerah selalu berjalan seiring dengan penghormatan terhadap adat dan budaya lokal,” ungkapnya. 

    Bupati juga menekankan pentingnya pelestarian tradisi, budaya, dan kearifan lokal sebagai benteng identitas masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah. Menurutnya, keberagaman yang ada di Kobar adalah kekuatan yang harus dijaga, bukan dipisahkan.

    Acara Nyangkolatan Mantir tidak hanya menjadi ritual adat semata, tetapi juga sarana edukasi bagi masyarakat luas. Nilai yang terkandung di dalamnya adalah penghormatan pada leluhur, persatuan dalam keberagaman, serta pentingnya keseimbangan antara spiritualitas dan pembangunan modern.

    Para pemangku adat menegaskan bahwa pemberian gelar kepada Bupati dan Wabup adalah wujud penghargaan atas keterbukaan pemerintah daerah dalam melibatkan masyarakat adat dalam pembangunan. “Ini bukti nyata bahwa adat bukan dilupakan, tetapi dijadikan dasar kebijakan demi masa depan Kobar yang berkeadilan,” ungkap salah satu Mantir.

    Momentum ini sekaligus menjadi pengingat bagi generasi muda bahwa adat bukanlah beban masa lalu, melainkan cahaya penuntun masa depan. Di tengah derasnya globalisasi, menjaga kearifan lokal menjadi penting agar jati diri bangsa tidak terkikis.

    Dengan adanya gelar adat yang disematkan kepada pemimpin daerah, masyarakat diajak untuk memahami bahwa pembangunan bukan hanya soal infrastruktur, melainkan juga soal melestarikan jiwa dan budaya yang diwariskan nenek moyang.

    Acara ini menegaskan kembali citra Kotawaringin Barat sebagai daerah yang menjunjung tinggi toleransi, persatuan, dan penghormatan terhadap keragaman budaya serta agama. Pemerintah dan adat berjalan bersama, melangkah seiring menuju masa depan yang lebih harmonis.

    Sebagaimana gelar yang telah diberikan, “Patih Guci” dan “Patih Agung Setiajaya” bukan hanya sebutan, tetapi tanggung jawab moral untuk menjaga keseimbangan antara modernitas dan tradisi, antara pemerintahan dan masyarakat adat.

    Dengan spirit kebersamaan dan penghormatan pada warisan leluhur, Kotawaringin Barat meneguhkan jati dirinya sebagai daerah yang bukan hanya maju dalam pembangunan fisik, tetapi juga kuat dalam menjaga budaya dan persatuan.

( SUBAN / IMAM )