" SIDANG KE-8 KASUS PEMALSUAN IJAZAH : PLEIDOI EMOSIONAL SRI WAHYUNI TAK LULUHKAN JPU UNTUK UBAH TUNTUTAN NYA "

TARGET OPERASI - Kotawaringin Barat :
Sidang ke-8 kasus pemalsuan surat atau ijazah dengan nomor perkara 352/Pid.B/2024/PN Pbu yang melibatkan Kepala Desa Amin Jaya, Kecamatan Pangkalan Banteng Sri Wahyuni, kembali mencuri perhatian publik. Sidang ini digelar pada Senin (23/12/2024) pukul 10.30–11.30 WIB di ruang sidang Kartika, Pengadilan Negeri I B Pangkalan Bun.
Sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Ikha Tina, S.H., M.Hum., bersama Hakim Anggota Widana Anggara Putra, S.H., M.Hum., dan Firmansyah, S.H., M.H., serta Panitera Pengganti Hariyanto dengan agenda pengajuan pleidoi dari Terdakwa. Pada persidangan ini Terdakwa Sri Wahyuni hadir dengan didampingi oleh Plh. Kuasa Hukumnya Marden. A. Nyaring, S.H. Kuasa hukum Terdakwa membacakan pengajuan Pleidoi dipersidangan dan meminta pertimbangan hukuman yang seringan-ringannya dengan beberapa alasan dan pertimbangan. Setelah itu Terdakwa Sri Wahyuni meminta kesempatan untuk menyampaikan Pleidoi langsung yang menyajikan momen emosional diruang persidangan. Dengan suara bergetar, Terdakwa memohon hukuman yang seringan-ringannya kepada Majelis Hakim dengan Alasan dan pertimbangan karena masih memiliki anak-anak yang masih kecil dan harus di jaga mentalnya juga membutuhkan kehadirannya sebagai seorang ibu. Selain itu Terdakwa Sri Wahyuni juga memohon maaf kepada semua pihak atas kesalahan yang telah diperbuat, karena Terdakwa dari awal tidak berniat untuk menipu siapapun.Terdakwa juga memohon maaf karena kinerjanya sebagai seorang Kepala Desa yang harus melayani masyarakat nya sedikit terganggu dengan adanya permasalahan hukum ini.
Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menanggapi pleidoi tersebut secara langsung dengan tegas, tetap pada tuntutannya yakni delapan bulan penjara. JPU menilai bahwa tindakan terdakwa memalsukan dokumen penting adalah pelanggaran serius yang mencoreng nilai-nilai kejujuran dan integritas, terutama bagi seorang pemimpin desa.
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat dan pejabat publik. Pemalsuan dokumen sebagai syarat administrasi pencalonan Kepala Desa pada Pilkades Tahun 2023 menunjukkan bagaimana kejujuran sering kali diabaikan demi ambisi kekuasaan. Seorang pemimpin desa seharusnya menjadi contoh yang baik bagi warganya, bukan malah melanggar hukum.
“Pemalsuan dokumen adalah tindakan yang tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap pejabat publik. Bagaimana masyarakat bisa percaya kepada pemimpin yang meraih jabatan melalui kebohongan?” Ungkap seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Kasus ini juga memberikan edukasi bagi masyarakat bahwa integritas adalah nilai utama dalam memilih seorang pemimpin. Pemimpin yang jujur dan berkompeten adalah kunci pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, masyarakat harus lebih kritis dalam menilai rekam jejak calon pemimpin, termasuk memastikan keaslian dokumen administrasi mereka.
Sidang yang akan dilanjutkan pada Selasa, 7 Januari 2025, dengan agenda pembacaan putusan, menjadi momen penting bagi integritas hukum di Kabupaten Kotawaringin Barat. Akankah putusan hakim mencerminkan keadilan dan memberikan efek jera bagi pelanggar hukum, atau justru mengirim pesan bahwa pelanggaran hukum dapat dimaafkan dengan alasan-alasan emosional?
Masyarakat berharap keputusan ini dapat menjadi tonggak penegakan hukum yang tegas dan adil, sekaligus memberikan pesan kuat bahwa tidak ada seorang pun, termasuk pejabat publik, yang berada di atas hukum.
( SUBAN / MASRAN )