" PILKADA ATAU PASAR MALAM ? SAAT SUARA RAKYAT DIJADIKAN BARANG DAGANGAN "

" PILKADA ATAU PASAR MALAM ? SAAT SUARA RAKYAT DIJADIKAN BARANG DAGANGAN "

TARGET OPERASI - Kotawaringin Barat :

    Rabu, 27 November 2024 menjadi momen krusial bagi masyarakat Indonesia, termasuk warga Kotawaringin Barat (Kobar), untuk menentukan arah masa depan daerahnya. Pilkada serentak ini adalah kesempatan emas untuk memilih pemimpin yang akan memimpin selama lima tahun ke depan. Namun, bayang-bayang politik uang mengancam integritas demokrasi. Apakah Pilkada masih menjadi pesta rakyat atau berubah menjadi pasar malam di mana suara rakyat diperjualbelikan?

    Pilkada adalah momentum rakyat untuk menyampaikan aspirasi. Namun, "serangan fajar" yang kerap terjadi menjelang hari pemilihan mengubah makna demokrasi itu sendiri. Politik uang, di mana suara pemilih dihargai dengan uang tunai atau barang  mencederai keadilan dan menjadikan pilkada sebagai ajang transaksi bukan pemilihan berdasarkan hati karena visi, misi ataupun program kerja pasangan calon. 

    Ketua Bawaslu Republik Indonesia Rahmat Bagja,S.H.,LL.M menyampaikan keprihatinannya terhadap praktik politik uang yang semakin masif. “Saat suara rakyat dijadikan barang dagangan, demokrasi kehilangan maknanya. Kita tidak lagi memilih pemimpin, tetapi menjual masa depan kita,” ungkap Rahmat Bagja. 

    Di Kotawaringin Barat, dua pasangan calon bertarung memperebutkan kursi kepala daerah: Rahmat Hidayat, S.H dan Eko Soemarno, S.H., M.Kn (nomor urut 01) melawan Nurhidayah,S.H., M.H dan Suyanto, S.H.,M.H (nomor urut 02). Dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 201.834 orang dengan rincian : 103.074 laki-laki dan 98.760 perempuan. Pilkada Kobar menjadi medan penting untuk membuktikan bahwa rakyat masih memiliki suara yang murni.

    Fenomena "serangan fajar" di mana amplop berisi uang beredar luas menjelang pemilu, menciptakan atmosfer yang lebih menyerupai pasar malam daripada pesta demokrasi. Para kandidat atau tim sukses yang terlibat dalam praktik ini seakan-akan memandang suara rakyat sebagai komoditas murah yang bisa dibeli.

    Seorang warga Kobar yang saat diwawancarai oleh awak media enggan menyebutkan namanya menceritakan pengalamannya di Pilkada sebelumnya. “Dulu, saya menerima uang dari salah satu tim sukses.Tapi setelah itu, pemimpin yang terpilih tidak pernah memperhatikan kebutuhan kami. Keluh kesah kami hanya seperti lagu nina bobo sebagai penghantar kalau kita mau tidur. Rasanya seperti ditipu mentah-mentah dan kamipun menyesal karena uang gak seberapa didapatkan tetapi kita hanya menjadi penonton selama lima tahun ” katanya.

    Praktik politik uang tidak hanya mencoreng demokrasi, tetapi juga membuka pintu bagi kepemimpinan yang korup. Pemimpin yang terpilih dengan cara ini cenderung lebih memprioritaskan kepentingan pribadi atau kelompok yang mendanai mereka, daripada melayani rakyat.

    Kepala KPU Kobar Chaidir, mengajak masyarakat untuk menolak segala bentuk politik uang. “Uang atau barang yang Anda terima hanya memberikan keuntungan sesaat, tetapi kerugian yang dihasilkan bisa berlangsung selama lima tahun atau bahkan lebih lama. Jangan gadaikan suara Anda,” ungkap Chaidir. 

    Untuk menegakkan demokrasi yang jujur, pemerintah telah menyiapkan sanksi tegas bagi pelaku politik uang. Mereka yang memberikan atau menerima uang dalam proses Pilkada dapat dikenakan pidana penjara hingga 72 bulan (6 tahun) dan denda hingga Rp1 miliar. Pasangan calon yang terbukti melakukan politik uang secara terstruktur, sistematis, dan masif akan didiskualifikasi dari Pilkada.

    Rakyat Kobar harus memahami bahwa suara mereka adalah aset berharga untuk perubahan. Jangan biarkan amplop atau janji kosong menghancurkan masa depan Anda dan anak-anak Anda. Pilihlah pemimpin yang memiliki visi dan komitmen untuk membangun Kobar, bukan yang sekadar membeli suara.

    “Pilkada bukan pasar malam di mana suara rakyat diperjualbelikan. Ini adalah momen untuk menentukan masa depan daerah kita. Gunakan hak pilih Anda dengan bijak, tolak politik uang, dan jadilah bagian dari perubahan besar,” pungkas Rahmat Bagja.

     Hanya tinggal beberapa hari lagi menuju Pilkada serentak. Masyarakat Kobar diharapkan datang ke TPS dengan niat dan hati yang penuh keyakinan untuk memilih pemimpin yang benar-benar layak. Masa depan daerah ini ada di tangan rakyat, dan keputusan ada di bilik suara.

    “Demokrasi bukan untuk dijual, tetapi untuk dimenangkan oleh rakyat. Jangan gadaikan masa depan Anda demi kepentingan sesaat,” Seru Rahmat Bagja.

( SUBAN/IMAM/MASRAN )