" SIDANG KEEMPAT KASUS PEMALSUAN IJAZAH SRI WAHYUNI : SAKSI MERINGANKAN DIHADIRKAN, STABILITAS DESA JADI SOROTAN DITENGAH PROSES HUKUM " 

" SIDANG KEEMPAT KASUS PEMALSUAN IJAZAH SRI WAHYUNI : SAKSI MERINGANKAN DIHADIRKAN, STABILITAS DESA JADI SOROTAN DITENGAH PROSES HUKUM " 

TARGET OPERASI - Kotawaringin Barat :

    Sidang keempat dalam kasus pemalsuan ijazah yang melibatkan Kepala Desa Amin Jaya, Kecamatan Pangkalan Banteng, Sri Wahyuni kembali digelar di ruang sidang Chandra Pengadilan Negeri Pangkalan Bun pada Kamis, 21 November 2024, mulai pukul 12.30 hingga 14.00 WIB. Sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Ikha Tina, S.H.,M.Hum, dengan Hakim anggota Widana Anggara Putra, S.H.,M.Hum, dan Firmansyah, S.H.,M.H., serta panitera pengganti Hariyanto ini, menyajikan agenda pemeriksaan saksi a de charge (saksi yang meringankan terdakwa).

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dihadiri oleh Reskiah Dwi Wiraningtyas Pasandaran, S.H.,dalam persidangan yang menghadirkan dua orang saksi untuk memberikan keterangan yang dianggap meringankan posisi terdakwa Sri Wahyuni dalam kasus ini.

    Saksi pertama yang dihadirkan adalah Drs. M. Radjab Akbar, Kepala Sekolah yang saat ini menjabat di SMKN 1 Pangkalan Bun. Radjab menjelaskan bahwa pada saat Sri Wahyuni bersekolah di SMKN 1 Pangkalan Bun, dirinya bertugas sebagai Guru mata pelajaran olahraga. Dalam persidangan ini, Radjab menyampaikan bahwa Sri Wahyuni lulus dari SMKN 1 Pangkalan Bun pada tahun ajaran 2003-2004. Meski demikian, saksi ini tidak memberikan keterangan terkait dengan dugaan pemalsuan ijazah yang menjadi inti dari perkara ini.Karena kesaksian Radjab dianggap hanya sebagai pendukung karakter terdakwa dalam hal kelulusannya dari sekolah tersebut.

    Saksi kedua yang dihadirkan adalah Jaja Sujana, yang merupakan perwakilan warga Desa Amin Jaya.Selain itu Jaja juga merupakan salah satu tim sukses terdakwa Sri Wahyuni pada Pilkades tahun 2023. Dalam persidangan Jaja memberikan kesaksian bahwa meskipun kasus yang menimpa Kades Amin Jaya Sri Wahyuni saat ini tengah digelar di Pengadilan Negeri Pangkalan Bun, kondisi di Desa Amin Jaya tetap kondusif, aman, dan tertib. Jaja juga menekankan bahwa isu-isu hukum yang melibatkan Sri Wahyuni tidak berdampak signifikan terhadap situasi sosial di desa. Menurut Jaja, kinerja Sri Wahyuni sebagai kepala desa juga tidak terganggu oleh masalah hukum ini dan pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan dengan baik.

    Selama persidangan, Supriadi, S.H., selaku kuasa hukum terdakwa Sri Wahyuni, mengikuti jalannya sidang secara daring. Supriadi berusaha untuk menekankan bahwa meskipun terdapat kesalahan administratif yang melibatkan pemalsuan ijazah, kondisi sosial dan pemerintahan di Desa Amin Jaya tetap berjalan stabil dan tidak terpengaruh secara langsung oleh kasus ini. Kuasa hukum juga berargumen bahwa Sri Wahyuni tetap menjalankan tugasnya dengan baik mengingat posisinya sebagai kepala desa yang telah berkontribusi pada pembangunan desa.

    Meski sejumlah saksi memberikan kesaksian yang meringankan, banyak pihak yang merasa kesal dengan kelambanan proses hukum yang melibatkan seorang pejabat publik seperti Sri Wahyuni. Seharusnya, tindakan pemalsuan dokumen seperti ini mendapat penanganan yang tegas dan transparan, mengingat dampaknya yang cukup besar terhadap kepercayaan masyarakat kepada sistem pemerintahan desa.

     Di satu sisi, banyak warga yang mendukung Sri Wahyuni, bahkan dengan adanya kasus hukum ini, namun di sisi lain, pengawasan terhadap pejabat publik harus menjadi prioritas agar tindakan serupa tidak terulang di masa depan. Kasus ini seharusnya menjadi pembelajaran bagi masyarakat dan aparatur desa bahwa pemalsuan dokumen, meskipun dilakukan dengan tujuan baik, tetap melanggar hukum dan mencederai nilai-nilai integritas dalam pemerintahan.

     Pemalsuan ijazah merupakan pelanggaran serius terhadap Pasal 263 KUHP yang mengancam pelaku dengan hukuman penjara maksimal enam tahun. Tindakan Sri Wahyuni yang memalsukan dokumen demi pencalonannya sebagai kepala desa seharusnya tidak dapat dibiarkan begitu saja. Terlepas dari kondisi yang kondusif di Desa Amin Jaya, sanksi hukum tetap harus ditegakkan agar ada efek jera bagi pejabat publik lainnya.

    Masyarakat juga menuntut agar para penegak hukum bertindak dengan tegas. Kasus ini menyoroti betapa pentingnya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi di tingkat desa. Apabila pejabat yang terpilih dapat lolos dari jerat hukum hanya karena dukungan masyarakat atau kondisi tertentu, maka citra pemerintah akan terpuruk.

    Kasus ini mengingatkan kita bahwa hukum harus dijalankan tanpa pandang bulu, terlepas dari status sosial dan jabatan yang dimiliki seseorang. Pemalsuan dokumen adalah kejahatan yang merugikan banyak pihak dan berpotensi merusak integritas sebuah sistem pemerintahan. Untuk itu, baik masyarakat maupun aparat penegak hukum harus bersatu dalam menjaga prinsip keadilan.

     Sebagai pejabat publik, Sri Wahyuni harus mempertanggung jawabkan tindakannya agar kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi pemilihan kepala desa tetap terjaga. Oleh karena itu, proses hukum yang transparan dan tegas sangat diperlukan agar kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak.

( SUBAN / IMAM )