"MENGEJUTKAN! SIDANG KETIGA KASUS PEMALSUAN IJAZAH SRI WAHYUNI : FAKTA BARU DAN SAKSI KUNCI BONGKAR STRATEGI MANIPULASI PILKADES "

"MENGEJUTKAN! SIDANG KETIGA KASUS PEMALSUAN IJAZAH SRI WAHYUNI : FAKTA BARU DAN SAKSI KUNCI BONGKAR STRATEGI MANIPULASI PILKADES "

TARGET OPERASI - Kotawaringin Barat :

    Drama Sidang ketiga kasus pemalsuan ijazah yang melibatkan Sri Wahyuni, Kepala Desa Amin Jaya, Kecamatan Pangkalan Banteng, yang digelar di ruang sidang Chandra Pengadilan Negeri Pangkalan Bun pada Selasa, 19 November 2024 semakin memanas. Sidang yang berlangsung dari pukul 10.30 hingga 13.00 WIB dengan agenda sidang pembuktian dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menghadirkan saksi-saksi kunci untuk memperkuat dakwaan.

   Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Ikha Tina, S.H.,M.Hum, bersama dua Hakim anggota, Widana Anggara Putra, S.H.,M.Hum, dan Firmansyah, S.H.,M.H., serta Panitera Pengganti Hariyanto. Jaksa Penuntut Umum, Ari Andhika Thomas, S.H., menghadirkan tiga saksi utama, yaitu Zaenuri bin Jasmo (saksi pelapor), Suwarno bin Samidi (wakil ketua panitia Pilkades Tahun 2023 ), dan Drs. Muhammad Ilyas Widada (kepala SMKN 1 Pangkalan Bun yang pada saat itu menjabat dan melegalisir Foto copy ijazah Sri Wahyuni).

Kesaksian yang Mengguncang di ruang persidangan :

1. Zaenuri bin Jasmo (Saksi Pelapor)
Zaenuri yang merupakan Saksi Pelapor adalah salah satu kandidat dalam Pilkades Amin Jaya tahun 2023. Zaenuri menyampaikan bahwa pada saat Pemilihan Kepala Desa yang digelar pada hari Kamis, 26 Oktober 2023 dirinya yang sebagai salah satu kandidat calon Kepala Desa beserta istri dan beberapa anggota keluarganya yang lain juga beberapa warga tidak masuk ke dalam DPT sehingga tidak dapat menggunakan hak pilihnya. Sedangkan Zaenuri bersama yang lain merupakan warga Desa Amin Jaya yang sudah lebih dari 30 tahun tinggal di Desa tersebut dan menjadi Pemilih dalam Pilpres dan Pileg serta Pilkades berulang kali dan baru pada saat dirinya mencalonkan sebagai kepala desa ini Zaenuri dan keluarganya tidak memiliki hak pilih. Suatu kejanggalan yang sangat mencolok dan itulah yang menjadi dasar alasan untuk mengungkap adanya kecurangan yang terjadi di Pilkades tersebut. Setelah diumumkan hasil perolehan suara pada Pilkades Amin Jaya tahun 2023, Sri Wahyuni memperoleh 825 suara, sedangkan Zaenuri memperoleh 804 suara dan untuk kedua kandidat lainnya memperoleh sekitar 600 dan 400 lebih suara. Sehingga antara dirinya dan Sri Wahyuni memiliki selisih 21 suara dan Pilkades Amin Jaya dimenangkan oleh Sri Wahyuni. Karena mengalami banyak kejanggalan di setiap tahapan pada Sabtu, 28 Oktober 2023 Zaenuri mengajukan gugatan Pilkades. Setelah itu tidak ada tanggapan atau sesuatu yang dilakukan berupa mediasi untuk mencarikan solusi dari pihak Panitia untuk permasalahan ini, gugatannya hanya dijawab melalui surat oleh pihak Panitia Pilkades tanpa ada solusi penyelesaian . Beberapa hari kemudian tepatnya hari Kamis, 30 November 2023 Zaenuri bersama beberapa warga membaur di sebuah warung kopi untuk bersenda gurau menghilangkan ketegangan setelah acara Pilkades digelar, tanpa sengaja Zaenuri mendengar percakapan dari beberapa warga bahwa dalam pilkades itu Sri Wahyuni diduga menggunakan ijazah orang lain yaitu Sri Mulyati yang merupakan teman satu sekolahnya. Dari informasi itu, Zaenuri Kemudian mencoba menelusuri kebenarannya sehingga pada Kamis, 18 Januari 2024 dirinya mendatangi SMKN-1 Pangkalan Bun yang merupakan sekolah dari Sri Wahyuni sesuai dari Ijazah yang digunakan untuk mendaftar pada pilkades tahun 2023 dan bertemu langsung dengan Kepala Sekolah Drs. Muhammad Ilyas Widada terkait Ijazah No.DN.14 Mk 0695482. Berdasarkan arsip sekolah dan keterangan kepala sekolah yang benar adalah Ijazah tersebut atas nama Sri Mulyati anak dari Sarju dan kepala sekolah membuat surat keterangan dengan Nomor : 421.2/604/14/SMKN-1 P. BUN/1/2024. Selanjutnya pada Senin, 22 Januari 2024 Zaenuri datang ke Kantor BPD bertemu Panitia Pilkades Suwarno yang pada saat itu selaku wakil ketua panitia untuk mencari informasi terkait persyaratan pencalonan di pilkades yang bermaterai sepuluh ribu dan semua ditunjukkan berkas aslinya. Kemudian pada Selasa, 23 Januari 2024 Zaenuri menemui Sri Mulyati dirumahnya yang beralamat di Desa Karang Mulya, RT. 07,RW.02 dan ternyata tetangga dari suami Sri Wahyuni. Zaenuri menanyakan kebenaran berita tersebut bersama Agus Suyanto dan Muhammad Naini untuk mencocokkan yang sebenarnya mengenai siapa sebenarnya pemilik Ijazah No.DN.14 Mk 0695482 yang ternyata benar milik Sri Mulyati. Sri Mulyati menyampaikan bahwa benar adanya Ijasahnya dipinjam Sri Wahyuni dua hari tetapi tidak tau digunakan untuk apa karena Sri Wahyuni hanya menyampaikan meminjam Ijazah untuk contoh karena Ijasahnya masih terselip dan belum ketemu. Saya hanya tau Sri Wahyuni menyampaikan dirinya mencalonkan sebagai kepala desa pada pilkades ini.Sri Mulyati juga bersedia membuat pernyataan tertulis dan ditandatangani di atas materai sepuluh ribu. Pada hari Jumat, 26 Januari 2024 dengan dibantu oleh teman saya, Sri Wahyuni meminta dijembatani untuk bertemu dengan Zaenuri. Akhirnya sekitar Pukul 16.00 WIB Zaenuri dan Sri Wahyuni bertemu di Losmen Puji Rahayu. Dalam pembicaraan ini Sri Wahyuni mengaku telah meminjam Ijazah dari Sri Mulyati selama dua hari kemudian di scand dan ditulis sendiri serta foto copy hasil scand itulah yang dilegalisir dan digunakan sebagai salah satu syarat kelengkapan untuk mencalonkan diri menjadi kepala desa. Sri Wahyuni meminta untuk mematikan handphone Zaenuri dan meminta solusi terbaik. Zaenuri pun memberikan tiga solusi yaitu :


a. Sampean harus minta maaf kepada masyarakat Desa Amin Jaya. 


b. Sampean bersedia membuat surat pengunduran diri selaku kades Amin Jaya. 


c. Sampean membuat pernyataan tertulis bahwa telah menggunakan Ijazah orang lain pada pilkades 2023. 


    Kemudian Sri Wahyuni menyampaikan bahwa " Saya tau pak Zen sudah habis banyak dalam pencalonan kades kemarin, bagaimana kalau saya bantu dana 40 juta". Mendengar itu Zaenuri langsung menolak tawaran Sri Wahyuni dengan disaksikan oleh temannya yaitu Agus Suyanto dan Syahrudin. Kemudian karena tidak ada solusi Zaenuri melaporkan kasus ini ke Polres Kobar untuk diselesaikan secara hukum yang berlaku hingga saat ini kasus disidangkan di Pengadilan Negeri Pangkalan Bun ini. 

2. Suwarno bin Samidi (Wakil Ketua Panitia Pilkades Tahun 2023 )

     Suwarno menjelaskan bahwa Sri Wahyuni pernah menyerahkan foto copy ijazah baru setelah satu minggu berkas bakal calon diserahkan kepada Panitia Pilkades dan diterima oleh Sekretaris Panitia dengan alasan adanya kesalahan pada foto copy Ijazah sebelumnya. Namun, panitia tetap menggunakan dokumen lama karena sudah dilegalisir sedangkan foto copy Ijazah yang baru di serahkan tidak berlegalisir. Keputusan itu diambil dari kesepakatan semua panitia pilkades karena salah satu syarat dari panitia kabupaten adalah foto copy Ijazah terakhir yang telah dilegalisir. Kesaksian ini memperkuat dugaan bahwa terdakwa sengaja memalsukan ijazah untuk memenuhi persyaratan pencalonan.

3. Drs. Muhammad Ilyas Widada ( Selaku Kepala SMKN 1 Pangkalan Bun yang menjabat dan melegalisir foto copy Ijazah )

     Drs. Muhammad Ilyas Widada menjelaskan bahwa dirinya melegalisir foto copy ijazah milik Sri Wahyuni dengan pertimbangan adanya SKHU yang dibawa oleh Sri Wahyuni. Itu dilakukan oleh Muhammad Ilyas Widada karena Sri Wahyuni menyampaikan bahwa Ijazah aslinya tertinggal hanya SKHU saja yang terbawa. Setelah dirinya memeriksa dokumen foto copy Ijazah dan SKHU terlihat asli dan benar berlambang SMKN-1 akhirnya dirinya menandatangani dan melegalisir dokumen tersebut. Namun, setelah kasus ini mencuat, Muhammad Ilyas Widada memastikan bahwa ijazah asli dengan nomor DN. 14 Mk 0695482 adalah milik Sri Mulyati, bukan Sri Wahyuni. Dan dirinya mengaku telah membuat surat keterangan dengan Nomor : 421.2/604/14/SMKN - 1 P. BUN/1/2024. 

    Kuasa hukum terdakwa Sri Wahyuni, Supriadi, S.H., mengikuti sidang secara daring dan menyatakan bahwa terdakwa tidak berniat merugikan pihak lain dan hanya melakukan kesalahan administratif. Namun, bukti dan kesaksian yang diungkap dalam sidang ini menunjukkan bahwa tindakan Sri Wahyuni bersifat sistematis dan disengaja.

    Kasus ini mencerminkan lemahnya pengawasan dalam proses verifikasi dokumen pada Pilkades. Meskipun terdakwa mengaku bersalah, tindakannya tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencoreng integritas demokrasi di tingkat desa. Pemalsuan ijazah demi jabatan menunjukkan kurangnya rasa tanggung jawab dan penghormatan terhadap kepercayaan masyarakat.

    Proses hukum ini diharapkan memberikan efek jera kepada siapa pun yang berniat melakukan pelanggaran serupa. Panitia Pilkades juga perlu mengevaluasi sistem verifikasi dokumen agar kejadian ini tidak terulang.

     Kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa demokrasi yang sehat harus didasarkan pada integritas dan kejujuran. Pemimpin yang tidak jujur sejak awal pencalonannya tidak hanya merugikan dirinya sendiri, tetapi juga masyarakat yang dipimpinnya.

     Pemerintah daerah perlu memperkuat pengawasan terhadap keabsahan dokumen pencalonan dan memberikan pelatihan kepada panitia Pilkades. Selain itu, masyarakat juga harus lebih kritis dan berani melaporkan jika menemukan indikasi kecurangan.

     Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Sri Wahyuni, meskipun menjabat sebagai kepala desa, harus mempertanggung jawabkan tindakannya agar kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan desa tetap terjaga.

( SUBAN / IMAM )