" TERDAKWA KASUS PEMALSUAN IJAZAH KADES AMIN JAYA HADAPI SIDANG KEDUA TIGA SAKSI KUNCI PERKUAT PEMBUKTIAN PENUNTUT UMUM "
TARGET OPERASI - Kotawaringin Barat :
Kasus pemalsuan ijazah yang melibatkan Sri Wahyuni binti Muksin yang merupakan Kepala Desa Amin Jaya, Kecamatan Pangkalan Banteng, Kabupaten Kotawaringin Barat, kembali bergulir di Pengadilan Negeri I B Pangkalan Bun dengan sidang kedua yang berlangsung penuh ketegangan. Terdakwa dihadapkan pada dakwaan serius dalam nomor perkara 352/Pid.B/2024/PN Pbu. Agenda persidangan yang berlangsung pada Selasa (05/11/2024) dari pukul 10.30 hingga 13.00 WIB ini menyoroti pembuktian yang diajukan oleh penuntut umum.
Jaksa yang gigih mengejar kebenaran, yaitu Ari Andhika Thomas, SH., Maudyna Setyo Wardhani, SH., dan Budi Murwanto, SH., menghadirkan tiga saksi kunci. Sri Wahyuni, yang telah menjabat sebagai Kepala Desa Amin Jaya, diduga memalsukan ijazah sebagai syarat administratif dalam pencalonan Kepala Desa pada tahun 2023. Kecurigaan mulai muncul ketika terdapat ketidaksesuaian dalam berkas yang diserahkan terdakwa, mendorong penyelidikan lebih lanjut.
Saksi pertama, Sujarwo yang merupakan Ketua Panitia Pilkades Amin Jaya 2023, menjelaskan bahwa sesuai dengan aturan panitia kabupaten dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Kotawaringin Barat, salah satu syarat utama dalam pencalonan kepala desa adalah ijazah yang telah dilegalisir. Sujarwo mengungkapkan bahwa terdakwa sempat menyerahkan fotokopi ijazah yang sudah dilegalisir, tetapi satu minggu kemudian, Sri Wahyuni menyerahkan kembali fotokopi tanpa legalisir dengan alasan bahwa terdapat kesalahan pada fotokopi sebelumnya. Panitia tetap mempertahankan fotokopi pertama yang telah dilegalisir sebagai dokumen resmi.
Kesaksian yang lebih mengejutkan datang dari Sri Mulyati, pemilik ijazah yang diduga dipalsukan oleh terdakwa. Sri Mulyati menuturkan bahwa Sri Wahyuni sempat mendatangi rumahnya untuk meminjam ijazah asli dengan alasan sebagai contoh, karena ia mengaku ijazahnya sendiri masih terselip. Ijazah tersebut, kata Sri Mulyati, dikembalikan setelah dua hingga tiga hari. Pengakuan ini menimbulkan dugaan kuat bahwa terdakwa mungkin saja telah menggunakan ijazah orang lain demi memenuhi syarat administratif pencalonan.
Saksi terakhir, Samsul Hadi, yang mengaku sebagai pemilik laptop dan printer yang dipinjam oleh Sri Wahyuni, menyatakan bahwa perangkat tersebut dipinjam terdakwa selama beberapa hari. Meskipun ia tidak mengetahui tujuan pasti penggunaan perangkatnya, pengakuan ini menambah bobot bukti bahwa alat-alat tersebut mungkin digunakan dalam proses pemalsuan dokumen.
Sidang yang berlangsung di bawah pimpinan Hakim Ketua Ikha Tina, S.H., M.Hum., dengan Hakim Anggota Widana Anggara Putra, S.H., M.Hum., dan Firmansyah, S.H., M.H., memberikan perhatian mendalam pada setiap kesaksian. Para hakim tampak kritis dan detail dalam mengulik setiap pernyataan yang diungkapkan saksi-saksi, menambah ketegangan dalam ruang sidang Cakra.
Kasus yang semakin menyedot perhatian publik ini tidak hanya mengguncang warga Kotawaringin Barat, tetapi juga memicu diskusi nasional mengenai etika dan integritas dalam pemerintahan desa. Kasus Sri Wahyuni diharapkan mampu memberikan pelajaran penting terkait kepercayaan dan kejujuran yang harus dipegang oleh pejabat publik.
Sidang berikutnya dijadwalkan pada Selasa, 12 November 2024, di mana terdakwa Sri Wahyuni akan memberikan keterangan atas tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Sidang ini diyakini akan semakin panas, dengan kemungkinan terungkapnya lebih banyak fakta mengejutkan yang akan menjadi penentu bagi nasib terdakwa serta langkah penegakan hukum di Kabupaten Kotawaringin Barat.
( SUBAN )